Selasa, 24 Agustus 2010

SEMPURNA

‘Tak ada manusia yang sempurna’ begitu kalimat yang sering terdengar. Sama artinya, ‘semua manusia tidak sempurna’. Tapi mengapa masih terasa asing. Seolah sederet kata penuh makna itu hanyalah omong kosong belaka. Sepertinya kata-kata itu menyembul dari ruang waktu yang tak jelas muasalnya. Kesempurnaan? bukankah Tuhan telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Laqad khalaqnal Insaana Fii ahsani taqwiim. Kesempurnaan adalah milik semua orang. Bahkan untuk orang terbejat sekalipun. Setidaknya mereka telah sempurna menjadi orang bejat, dengan bertingkah seperti binatang. Kebejatannya yang membuatnya dikenal sebagai orang yang sempurna bejatnya. Apalagi orang yang kegiatan sehari-harinya hanya untuk mengingat Tuhannya. Tiada hari tanpa melafalkan puji-pujian. Mereka juga sempurna. Orang yang biasa-biasa saja juga sempurna. Orang yang tidak alim tidak pula bejat. Sempurna karena kekonvensionalannya.
Tidak peduli, apa yang akan mereka dapatkan dengan kesempurnaan yang mereka miliki. Tapi sekurang-kurangnya, kita menyadari bahwa semua manusia itu sempurna. Tak ada kata untuk memojokkan diri sendiri dengan seenaknya berdalih bahwa no body is perfect. ‘tidak masalah, jika kita membuat kesalahan’. Pikiran-pikiran seperti itu akan mengkerdilkan komplektivitas anugrah Tuhan yang telah diberikan kepada kita. Ketidaksempurnaan lahir dari ketidakpercayaan kepada diri sendiri. Kita menganggap bahwa diri kita tidak terlalu pintar, bahkan bodoh. Tidak mampu melakukan apa-apa. Kemudian membanding-bandingkan diri kita dengan orang lain ‘diatas’ kita. Melihat keatas hanya akan membuat mata kejatuhan debu atau lebih naasnya, kotoran burung. Tapi, jangan pula kita terlalu sering melihat ke bawah, karena hal itu hanya akan mengunci pikiran dari dunia sekeliling. Coba bayangkan jika kita selalu berjalan menunduk, apa yang kita dapat dan lihat? melulu tanah? pikiran kita selalu dipenuhi dengan raut tanah, dan sampah yang terserak. Pandanglah ke depan dengan semangat kesempurnaan. Bahwa kita itu sempurna dan bisa disejajarkan dengan manusia sempurna lainnya. Bangkitkan kepercayaan diri yang terkubur dalam hati. Sekali rasa itu muncul, maka dampaknya akan terus menyinari sekeliling kita.
Kegagalan yang kita dapatkan ketika mencoba melakukan sesuatu, entah itu yang sekedar coba-coba atau telah dalam tahap yang sebenarnya, bukanlah diakibatkan karena kita tidak sempurna. Tapi karena kita belum mencoba dengan optimal. Coba kita ingat kembali tentang sejarah Alfa Edison dalam menemukan elemen yang cocok untuk mengalirkan arus listrik. Dia harus menerima kegagalan ribuan kali. Namun, apakah pernah kita dengar dia berargumen bahwa dia tidak sempurna. Bahwa percobaannya hanya kegiatan yang sia-sia. Karena menyadari bahwa dirinya ditakdirkan sebagai mahluk yang sempurna itulah, dia terus berusaha dan akhirnya, seperti yang kita rasakan saat ini. Satu contoh itu, seharusnya telah melecut kita untuk menghilangkan kata ‘tidak sempurna’ dalam kamus kehidupan kita.
Sekarang, mari kita berfikir. Mari kita analisis bersama, apa yang menyebabkan kita yakin bahwa tidak ada kata ‘tidak sempurna’. Mulai pahami diri kita sendiri. Apa pemikiran yang telah kita kunci selama ini terhadap diri kita. Renungkan kembali, mengapa kita sering gagal dan akhirnya menjebloskan diri ke jurang ‘ketidaksempurnaan’. Apakah kita telah berjuang cukup keras untuk melakukan sesuatu. Seberapa cepat kita menyerah. Jika kita bandingkan dengan manusia-manusia yang kita kenal sempurna, apakah kita telah sama berusaha seperti mereka.
Tuhan juga mendukung ayat diatas dengan ayat lainnya bahwa Tuhan tidak akan merubah nasib seseorang sampai dia sendiri yang mau merubahnya. Ada kesempatan untuk menjadi sempurna, seperti yang kita inginkan. Entah itu baik atau buruk. Kemudian, Tuhan tidak akan memberikan cobaan diluar batas kemampuan umatnya. Semua kegagalan yang kita dapatkan telah diperhitungkan dengan tepat oleh Tuhan bahwa kita mampu menghadapinya. Beberapa ayat diatas jika kita amati sekali lagi, nyata benar Tuhan mengatakan bahwa manusia itu sempurna. Tinggal bagaimana kita mencapai kesempurnaan itu. Apakah kita mau atau tidak.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar