Jumat, 27 Agustus 2010

KARENA PANAS DAN RUANG SEGIEMPAT

Selasa, 24 Agustus 2010

Cuaca panas. matahari berjaya. sedang jaya-jayanya. mudah saja menginjak-injak ubun-ubun ketika dia lewat. kepala saya sakit tentu saja. tapi, mau apa. kalau tidak melewati panas, tentu tak akan sampai. ruang teduh tak selamanya seperti rantai. jalan saja terus. tanpa mampir. menghadang panas. melawan matahari. meski mata perih ditutupi keringat dari kepala. ah, keringat juga berjaya di tubuh saya. seenaknya saja menyembul-nyembul di permukaan kulit, bikin baju lembab, bikin muka tambah merah karena malu.

Jalan-jalan seperti fatamorgana kata orang-orang. benar-benar seperti genangan air. bikin haus saja. padahal sekarang bulan puasa. makan ditahan. minum ditahan. nafsu ditahan. lantas apa? kegiatan 'harus' tetap jalan. tenggorokan kering. kepala pening. perut mengkerut menahan lapar. kaki penat. badan ceking. lengkap sudah.

Orang-orang ada yang tahan. buktinya mereka tetap melawan. tak peduli dahaga dan panas di kepala. jalanan bukan hambatan. tapi, sebagian juga enggan menempuh jalan. bernaung di ruang yang nyaman. pakai ac. berkipas-kipas. atau, kalaupun terdesak mereka bisa pakai payung. satu hal; jalanan tetap saja ramai karena para pembangkang yang berani menantang matahari, juga orang-orang penakut. dan juga saya.

Saya masih jalan terus. sampai nafas saya seperti mau putus karena panas yang menggerus, tidak hanya kerongkongan tapi juga usus. tapi, tetap saja, saya harus jalan. karena sudah tidak tahan. saya berhenti sebentar. di tempat yang cukup nyaman. di sebuah ruang segiempat. tempat orang-orang biasa mengambil uang. ada kipas-kipas listriknya. sejuk. ruangan itu lengang. tak ada orang. lebih baik saya isi. biar bisa lebih bermanfaat. saya tak melakukan apa-apa di dalam. hanya berdiri, menikmati angin buatan yang sangat nyaman. menyusup pelan-pelan lewat atas, menyentuh rambut dan ubun-ubun, lalu permukaan kulit, seketika menggelitik tubuh saya. sangat nyaman. dinginnya membuat saya tak mau keluar. saya ingin di ruangan itu saja sampai ashar. kalau bisa sampai maghrib sudah digelar. biar pas buka saja saya keluar dan langsung menyambar minuman. tawarpun tak apa-apa.

Tapi sayang. Tuhan tak memberi waktu yang panjang untuk saya untuk bersenang-senang. seketika saya diusik. orang-orang di luar mengantri. entah untuk apa. mengecek uangkah? mengambil uangkah? atau sama seperti saya. sekedar melepas lelah saja di sana. saya tidak tahu. mereka melongok ke dalam, ke arah saya yang sedang PW tak terkira. saya pandang dia. dia mengetok pintu. saya pandang lagi. dia pandang lebih lama. saya tahu maksudnya. saya harus keluar. dengan senyum dikulum, saya tarik pintu sampai lebar, dan saya melangkah keluar.

Di luar panasnya bukan main. tanpa malu-malu mereka langsung saja menggerebeki saya dengan jarum-jarum gerah itu lagi. saya tak dapat berbuat apa-apa. saya bukan pengecut, maka dari itu saya tak bawa payung. saya tempuh saja. mau tak mau. saya harus sampai ditujuan. benar-benar pengalaman yang tak main-main. hanya berjarak seratus meter, saya sudah mempunyai pengalaman yang tak akan terlupakan.

Ah, terima kasih untuk orang-orang yang sudah membangun ruangan segiempat itu untuk saya berteduh. baik sekali. besok-besok bikin lebih banyak saja. biar orang lain juga tak mengganggu jika saya sedang di dalam. matahari semakin tajam saja giginya. siang makin panas saja.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar