Sabtu, 28 Agustus 2010

Hemat (Tak Selalu) Pangkal Kaya

Ah, ada-ada saja. Sayapun merasa aneh pada diri saya sendiri. Percampuran sedikit rasa malu, cuek dan kreatif. Kemudian menjadi sesuatu hal yang rasanya tak akan pernah dilakukan oleh orang lain. Unik sekaligus –jika orang lain tahu tentu akan- memalukan. Tapi, ini semua dilakukan bukan karena apa-apa. Hanya karena keisengan semata. Percaya atau tidak, sah-sah saja.


Waktu berbuka masih lama. Kami –saya dan beberapa teman- berencana untuk berbuka bersama. Tempatnya belum jelas. Untuk mengisi waktu luang menjelang berbuka, kami jalan-jalan saja ke sebuah supermarket. Ngabuburit, seperti orang-orang bilang. Sekaligus meng-ademkan diri. Di dalam supermarket ramai sekali. Setelah menaiki jenjang berjalan, kami disambut oleh beberapa buah tenda salah satu produk telekomunikasi di Indonesia. Mereka tengah menjajakan barang dengan barang murah. Kami tak tertarik, tentu. Karena memang tak ada budget untuk itu.

Kami naik ke lantai selanjutnya. Lebih ramai lagi oleh toko-toko pakaian dan sepatu. Di salah satu blok di lantai itu, terdapat sebuah pusat permainan anak-anak. Apa-saja. Macam-macam. Ribut oleh suara musik dari permainan dance. Juga suara-suara sumbang penyanyi-tak- jadi yang mengambang dari dalam boks karaoke kemudian menyebar ke seluruh ruangan. Kami masuk.

Dari awal, ini adalah tujuan utama. Ke pusat permainan untuk menghabiskan waktu. Seperti waktu bisa dihabiskan saja. Patungan dijalankan. Koin dibeli. Dan mari bernyanyi. Tak perlu mengantri bagi kami untuk masuk ke dalam boks karaoke. Kebetulan ada sebuah boks kosong. Langsung saja, kami buru-buru mengisi, takut diisi oleh orang lain. Padahal lagu-lagu belum dipilih. Ah, dasar.

Ruangan itu penuh oleh empat orang yang terobsesi menjadi penyanyi-sampingan. Kenapa sampingan, karena menyanyi hanya untuk melepaskan hasrat saja. Seharusnya lima orang. Kurang satu orang lagi. Dia sedang berada entah dimana waktu itu. Katanya pulang sebentar, tapi sudah dua bentar bahkan puluhan bentar, dia tak juga mencogok giginya di lantai dua Supermarket itu.

Tanpa menunggu perintah, tanpa menunggu seorang lagi yang masih berkeliaran diluar sana, Kode dipilih dan ‘Play’. Musik mengalun. Lalu, keluarlah suara-suara aneh dari dalam speaker. Kami tak peduli. Suara aneh itu semakin menjadi-jadi ketika kami mulai berteriak-teriak mengikuti lirik dan irama lagu. Tentu saja kami sadar bahwa suara-suara aneh itu adalah suara kami sendiri. Pura-pura bagus saja, kami menganggapnya. Sepertipenyanyi beneran yang lagi ngontest.

Tiga-empat lagu telah habis kami lahap. Kenyang. Sedang si seorang lagi masih belum mencogok. Di sms tak dibalas. Di telfon tak diangkat. Ditendang baru tahu rasa.

Sebagai orang baik, kami tak mau bersenang-senang sendiri. Kami tak mau menghabiskan koin dan menyungkah lagu, tanpa mengikutkan suara aneh lainnya. Kami akhirnya memutuskan untuk menunggu. Menunggu seorang lagi yang katanya –setelah beberapa saat dihubungi- sedang dalam perjalanan. Perjalanan kemana, itu pertanyaannya.

Koin masih tersisa untuk beberapa buah lagu lagi. Tapi, kami tak mau menggunakannya. Kalau digunakan sekarang, tentu jika yang seorang itu datang, tentu kami harus memebeli koin baru. Sementara saku-saku tak mencukupi. Apa daya, kira-kira sebelasan koin tergeletak pasrah diatas meja di depan TV. Hening. Jobless. Tak tahu harus melakukan apa. Menunggu sungguh membosankan, baru saya rasakan saat itu. Padahal lagu-lagu cantik tengah menunggu untuk dimainkan. Arghhh…

Dari luar boks, beberapa orang mulai mengintip. Apakah kami benar-benar ‘main’ atau tidak. Nyatanya, kami memang sedang tidak main. Jika harus keluar dulu, tentu kami haru mengantri untuk bisa masuk lagi. Dan kami tidak mau itu. Alhasil, untuk mengisi kekosongan, iseng-iseng saya menghidupkan MP3 dari telfon genggam saya. Lalu saya tempelkan speakernya ke mikrophon. Suara miley cyrus dengan the climb-nya mengudara. Kawan saya, yang hapal dengan lirik berbahasa asing itu, lantas menggenggam mikrophon dan mulai bernyanyi. Selesai. Satu lagu lagi diputar dari mp3 handphone dan kamipun mulai menikmati nyanyi gratis dalam boks tanpa harus mengeluarkan tiga buah koin untuk satu buah lagu. Bangga sekali bisa menelurkan ide sekreatif itu.

Lama-lama bosan juga. Telah habis dua lagu. Si seorang itu tak ada tanda-tanda akan datang. Kami berinisiatif untuk keluar saja dari boks. Waktu berbuka telah dekat. Rencana pertama harus dilaksanakan. Akhirnya, kami janjian dengan si seorang itu untuk bertemu di suatu rumah makan. Kami berempat bergegas.

Namun, apa yang terjadi selanjutnya. Koin yang jumlahnya lumayan banyak itu ternyata tak ada satupun. Tidak sama saya. Tidak sama teman saya. Saya pikir dia yang membawa. Dia pikir saya yang membawa. Saling tuduh. Sedangkan kenyataannya, koin-koin itu tertinggal di dalam boks karaoke. Nasib…nasib… Sia-sia saja menghemat koin-koin itu jika akan hilang juga.

Don’t ever try this on you ! Not for a good ones !

Tidak ada komentar:

Posting Komentar